

Nunukan (BERANDATIMUR.COM) – Ratusan ribu rokok merek Cannon Menthol warna hijau yang siap diberangkatkan ke Tawi-Tawi Philipina masih simpang siur asal muasalnya sehingga mengundang kecurigaan legalitasnya.
Sebanyak 7.400 dos masing-masing berisi 50 pak ìtu diangkut ke Philipina menggunakan dua buah kapal yakni M/L Fatima Raiza dan M/L Nurhadzlina ketika dipantau di Pelabuhan Tunon Taka Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara, Kamis siang, 1 Agustus 2019.
Tampak puluhan mobil truk mengangkut ribuan dos rokok milik Nurdin Effendi di bawah payung PT Bukit Arung yang beralamat di Jalan Antasari Kelurahan Nunukan Tengah.
Pensiunan TNI AL yang mengaku dari satuan marinir ini menjelaskan, dirinya hanya menjual jasa dengan bekerja ssma dengan eksportir dan importir menggunakan gudang berikat miliknya yang telah dilakoni sejak 14 tahun lalu.


Rokok miliknya yang siap diangkut ke Tawi-Tawi menggunakan M/L Nurhalidzlina sebanyak 6.200 dos ini adalah produk Singapura yang diimpor ke Surabaya Jatim. Selanjutnya digudangkan di Pelabuhan Tunon Taka sejak beberapa hari lalu.
Pengangkutan ke negara Philipina dikatakan dia telah sesuai prosedur ekspor yang telah mendapatkan persetujuan Kantor Bea Cukai Nunukan.
“Mengenai dokumen legalitasnya silahkan ditanyakan ke bea cukai (Nunukan),” ukar Nurdin Effendi kepada BERANDATIMUR.COM di kediamannya.
Ia mengutarakan, segala bentuk produk luar negeri dapat masuk ke Indonesia lalu diekspor kembali ke negara lain atau negara asal sepanjang mendapatkan izin dari Kementerian Perdagangan RI dan Kantor Bea Cukai.
Meskipun sedikit “emosional” dengan suara agak keras, Nurdin berulang kali meminta mengonfirmasi kepada Kantor Bea Cukai Nunukan ketika ditanya soal prosedur dan jalur perdagangannya yang ditempuh yang dianggap cukup panjang dan tentunya membutuhkan biaya operasional yang besar.


Namun berulang kali pula minta maaf atas suaranya yang agak bernada tinggi dan sedikit “emosional” tersebut kepada awak media yang menemuinya.
Ia menegaskan, rokok yang siap diangkut menggunakan kapal asal Philipina ini dirinya hanya menampung di gudang berikat miliknya selanjutnya pengusaha negara itu yang datang membeli kepadanya.
Nurdin menyatakan, posisinya pada bisnis rokok tujuan negara itu hanya mendapatkan “fee” semata. Walaupun diakui memiliki dokumen resmi ekspor impor atas nama perusahaannya PT Bukit Arung itu.
Berbeda dengan pernyataan petugas bea cukai Nunukan yang mengawasi proses pemuatan di M/L Nurhadzlina bernama Naufal dari Seksi Pengawasan Penindakan Kantor Bea Cukai Nunukan.
Ia mengaku hanya mengawasi semata. Sedangkan asal usul rokok dengan bungkua warna hijau ini diketahuinya dari Surabaya.


Menyinggung soal dos atau kardus yang digunakan telah menggunakan label Made in Philipina ini, Naufal mengatakan, persyaratan barang ekspor memang demikian. Dimana kemasan yang digunakan terlebih dahulu ganti dengan label negara tujuan sebelum diangkut.
Awalnya Naufal menyebutkan jumlah rokok yang sedang dimuat di M/L Nurhadzlina hanya 4.000-an dos. Namun saat ditanya ulang dengan menyinkronkan data awal yang diperoleh dari buruh pelabuhan. Akhirnya mengubahnya menjadi 6.000-an dos dengan isi masing-masing 50 pak.
Sementara Rijal, nakhoda kapal M/L Nuthadzlina menyatakan, tidak tahu menahu soal asal muasal rokok yang dimuatnya.
Hanya saja dia dapat memastikan jumlahnya mencapai 6.200 dos atau 310.000 pak.


“Saya tidak tahu kalau asalnya rokok ini. Saya cuma disuruh sama boa di Tawi-Tawi untuk mengangkut saja,” ucap Rijal dengan dialek Bahasa Melayu yang kurang fasih itu.
Ia juga mengatakan, telah dua kali mengangkut rokok di Pelabuhan Tunon Taka sepanjang Juli 2019 ini dengan tujuan yang sama.
Sedangkan rokok yang diangkut menggunakan M/L Fatima Raiza yang belum diketahui pemiliknya sebanyak 1.200 dos atau 60.000 pak merek LS.
Muatannya telah dipasangi label Bea Cukai Nunukan sehingga dikategorinya ekspor resmi.
Kedua jenis rokok ini masih simpang siur asal usulnya, hampir dipastikan bukan produk Indonesia. Sebuah informasi menyatakan, rokok tersebut berasal dari Philipina sendiri.
Hal ini diakui Nurdin Effendi bahwa bisa saja terjadi karena sulitnya akses dari Manila menuju wilayah selatan Philipina. Meskipun diakui biaya operasional yang dibutuhkan dari negara asal hingga tujuan melalui Kabupaten Nunukan cukup besar.
“Bisa saja rokok ini dari Philipina sendiri dan dibawa kembali ke wilayah selatan Philipina. Karena sulitnya akses secara langsung makanya melalui Kabupaten Nunukan yang dianggap lebih dekat,” ujar dia. (***)
Editor: M Rusman