Nunukan (BERANDATIMUR) – Bimbingan teknis (bimtek) yang diikuti terkait pendalaman tugas, DPRD Kabupaten Nunukan mempertegas kedudukan pokok-pokok pikiran (pokir) dalam sistem peraturan perundang-undangan.

Narasumber dari Staf Ahli Bidang Aparatur Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, H. Syahrullah Mursalin, menjelaskan bahwa pokir telah diatur secara tegas dalam Pasal 178 Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Regulasi ini menyebutkan bahwa pokir DPRD merupakan masukan kepada pemerintah daerah dalam penyusunan awal rencana kerja pemerintah daerah (RKPD).

“Pokir memiliki legalitas yang wajib dipertimbangkan oleh pemerintah daerah,” tegas Syahrullah seraya menambahkan, pokir bukan sekadar usulan politik, tetapi bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan yang memiliki dasar hukum kuat.

Menurutnya, pokir berfungsi sebagai jembatan antara kebutuhan masyarakat dan kebijakan pembangunan daerah. Melalui pokir, aspirasi masyarakat yang dihimpun anggota DPRD diterjemahkan menjadi program dan kegiatan yang terencana dalam dokumen perencanaan daerah.

Syahrullah menegaskan, penyampaian pokir dilakukan secara resmi melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada tahap penyusunan rancangan awal RKPD. Setiap anggota DPRD diwajibkan menginput hasil penjaringan aspirasi masyarakat ke dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) agar prosesnya transparan dan terdokumentasi dengan baik.

Pokir kemudian disinkronkan dengan prioritas pembangunan daerah agar selaras dengan visi dan misi kepala daerah. Dalam konteks ini, lanjutnya, kedudukan Pokir tidak berdiri sendiri, tetapi melekat pada dua fungsi DPRD, yaitu fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

Dalam fungsi anggaran, pokir berperan memastikan alokasi dana daerah tepat sasaran dan sesuai kebutuhan masyarakat. Sedangkan dalam fungsi pengawasan, pokir menjadi acuan bagi DPRD untuk menilai sejauh mana pemerintah daerah merealisasikan aspirasi masyarakat yang telah dituangkan dalam RKPD.

Meski memiliki dasar hukum yang kuat, pelaksanaan pokir di lapangan kerap menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya adalah keterbatasan anggaran dan perbedaan prioritas pembangunan antara eksekutif dan legislatif.

Jangan Lewatkan  Flash! Seorang Pemukat Rumput Laut Dilaporkan Hilang

Syahrullah menilai, koordinasi yang baik antara DPRD dan pemerintah daerah menjadi kunci agar Pokir benar-benar terimplementasi dalam kebijakan pembangunan. Dalam hal transparansi dan akuntabilitas, Syahrullah mengingatkan agar Pokir disusun berdasarkan data dan kebutuhan riil masyarakat.

Ia menegaskan bahwa anggota DPRD tidak boleh menjadikan Pokir sebagai alat politik semata, melainkan sebagai instrumen pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan publik. “Pokir harus berangkat dari data dan kebutuhan masyarakat, bukan kepentingan politik. Mekanisme pelaporan dan pengawasan internal DPRD penting untuk menjaga integritas Pokir,” ujarnya.

Secara hukum, pokir memiliki dasar hukum yang kuat, mulai dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah hingga Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Berarti memiliki kekuatan legal yang mengikat dan wajib diakomodasi dalam proses perencanaan daerah.

Menanggapi pertanyaan salah seorang anggota DPRD Nunukan, Syahrullah menegaskan pokir tidak boleh dihapus karena memiliki kedudukan hukum yang jelas dalam sistem peraturan perundang-undangan. “Kalau pokir sudah diinput, tidak boleh dihapus. Itu bisa diperbaiki, karena kedudukan pokir sudah diatur secara sah dalam peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Melalui kegiatan Bimtek tersebut, DPRD Nunukan diharapkan semakin memahami posisi strategis Pokir sebagai instrumen representasi rakyat dalam penyusunan kebijakan pembangunan.  Dengan pemahaman yang tepat, Pokir dapat menjadi alat efektif dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat secara konstitusional dan terarah menuju pembangunan yang berkeadilan.***