Nunukan (BERANDATIMUR) – Program makanan bergizi gratis (MBG) yang menjadi unggulan Astacita pemerintahan Presiden-Wapres RI, Prabowo Subianto-Gibran Raka Bumingraka mendapatkan sorotan dan penolakan dari masyarakat khususnya yang berdomisili di pedalaman, pelosok dan kawasan perbatasan negara Indonesia-Malaysia.
Salah satunya penolakan dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Krayan Selatan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Masyarakat di kawasan perbatasan negara ini menilai, MGB tidak dibutuhkan oleh anak-anak di daerahnya tetapi sangat membutuhkan infrastruktur yang memadai, ujar Ajang Kaleb, tokoh masyarakat Kecamatan Krayan Selatan melalui telepon selulernya, Rabu, 25 Februari 2025.
“Kami di wilayah perbatasan ini tidak butuh makanan gratis tapi kami butuh pembangunan infrastruktur utamanya jalanan,” tegas dia kepada media ini menyoroti program unggulan Presiden-Wakil Presiden Prabowo-Gibran ini yang menelan anggaran yang sangat besar.
Sejak Indonesia merdeka, masyarakat di wilayah itu belum sepenuhnya menikmatinya karena pembangunan infrastrukturnya masih sangat terkebelakang. “Indonesia sudah 78 tahun merdeka, kami di sini di wilayah perbatasan (RI-Malaysia) belum menikmatinya dengan baik-baik karena jalanan kami masih berlumpur,” ungkap dia.
Ajang menyatakan, program MBG yang menelan anggaran sangat besar hingga ratusan triliun rupiah inilah menyebabkan pemerintah pusat melakukan pemangkasan anggaran secara brutal pada semua sektor termasuk dana pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, dia berpandangan, pemangkasan anggaran yang lebih dikenal dengan “efisiensi” ini akan berdampak negatif terhadap pembangunan infrastruktur di pedalaman dan pelosok negeri khususnya di wilayah Krayan, perbatasan RI-Malaysia.
“Bagaimana kami bisa makan, ambil bahan makanan kalau jalanannya tidak bagus. Jalanan kami di sini (penghubung antar kecamatan di Wilayah Krayan) masih berlumpur,” beber Ajang. Ia mengatakan, masyarakat pedalaman dan perbatasan negara lebih membutuhkan infrastruktur daripada makanan gratis yang menguras dana mencapai ratusan triliun rupiah itu.
Menurut Ajang Kaleb, infrastruktur jalan di wilayah Krayan yang mencakup lima kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia ini masih sangat memprihatinkan bahkan mengerikan karena harus berjibaku dengan lumpur saat dilintasi apalagi musim hujan.
Wilayah Krayan dikenal penghasil beras berkualitas tinggi tanpa menggunakan bahan-bahan unorganik dan sangat wangi yang diberi nama “beras adan”. Beras wangi ini banyak dipasarkan masyarakat setempat ke Malaysia dan Brunai Darussalam.
Sementara untuk mengangkut bahan makanan ini untuk dijual tentunya membutuhkan jalanan yang bagus, ucap Ajang. Sehubungan dengan hal ini, dia mengaku akan melakukan aksi damai di Kantor Kecamatan Krayan Selatan untuk menyuarakan aspirasi penolakan makanan gratis tersebut.
Penolakan makanan gratis ini juga berlangsung di Kabupaten Paniai, Papua Tengah dimana ribuan siswa siswi melakukan aksi. Aksi ini menuntut agar makanan gratis dialihkan ke pendidikan gratis yang lebih dibutuhkan masyarakat setempat. (Redaksi)